adalah perkumpulan yang mempertemukan alumni Pondok Pesantren Cipasung dari segala kalangan pendidikan, profesi, strata sosial, dan ekonomi serta tidak dibatasi oleh angkatan alumnus.

Sabtu, 15 Desember 2012

HAOL ABAH KE 35 & APIH KE 5

Ada yang istimewa pada acara Haol Abah Ruchyat yang ke 35 dan Haol Apih Ilyas Ruchyat tanggal 2 Nopember 2012 lalu.Keistimewaan tersebut bukanlah pada acaranya yang lebih “ Wah “ dibanding tahun-tahun sebelumnya. Acara Haol tahun 2012 terasa lebih semarak dengan kehadiran tiga “ Pendekar” yang kini tengah malang melintang  di Pemerintahan yakni Ketua Mahkamah Konstitusi Moh.Mahfud MD, Ahmad Heryawan yang Gubernur Jawa Barat serta H.Ajat Sudrajat yang baru dilantik pada hari Kamis 25 Oktober 2012 sebagai Jaksa Agung Muda Intelejen ( Jamintel ). Adalah hal yang biasa, bila acara Haol Abah Ruchyat dan Apih Ilyas Ruchyat di hadiri para pejabat tinggi pemerintahan, namun kali ini , ketiga pejabat Negara yang hadir tersebut ternyata semuanya mengaku jebolan pesantren. Bagi para santri maupun ‘ eks santri ‘ pengakuan ketiga orang pejabat tinggi tadi bagaikan pupuk yang menabur tanaman, ‘ esprit de corps’ sebagai santri seakan mengembang dan melambungkan kebanggaan yang ada dalam dada setiap santri. Betapa tidak , horeng simanahoreng ‘ santri juga bisa mencapai kedudukan tinggi dalam jabatan pemerintahan. “ Saya dulu jadi santri di pesantren al- Mardhiyyah , Pamekasan , Madura sana “ aku Mahfud MD ketika memberikan sambutan pada acara Haol Abah Ruchyat ke 35 dan Apih Ilyas Ruchyat ke 5 . Katanya, sama sekali tak terlintas dibenak beliau kalau satu saat nanti bakal menjadi seorang pejabat Negara apalagi sampai duduk sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Pria kelahiran 13 Juni 1957 di Sampang, Madura ini mengaku yang dicita-citakannya waktu itu, hanya ingin bisa melanjutkan sekolah sampai lulus dari perguruan tinggi. Tapi ternyata tulisan perjalanan nasibnya memang tidak ia duga sebelumnya .Mahfud MD memulai karier sebagai dosen di almamaternya, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, pada tahun 1984 dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pada 1986-1988, Mahfud dipercaya memangku jabatan Sekretaris Jurusan Hukum Tata Negara FH UII, dan berlanjut dilantik menjadi Pembantu Dekan II Fakultas Hukum UII dari 1988 hingga 1990.
Pada tahun 1993, gelar Doktor telah diraihnya dari Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Berikutnya, jabatan sebagai Direktur Karyasiswa UII dijalani dari 1991 sampai dengan 1993. Pada 1994, UII memilihnya sebagai Pembantu Rektor I untuk masa jabatan 1994-1998. Di tahun 1997-1999, Mahfud tercatat sebagai Anggota Panelis Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Mahfud sempat juga menjabat sebagai Direktur Pascasarjana UII pada 1998-2001.
Dalam rentang waktu yang sama yakni 1998-1999 Mahfud juga menjabat sebagai Asesor pada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Puncaknya, Mahfud MD dikukuhkan sebagai Guru Besar atau Profesor bidang Politik Hukum pada tahun 2000, dalam usia masih relatif muda yakni 40 tahun.
Mahfud tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Hukum UII pertama yang meraih derajat Doktor pada tahun 1993. Dia meloncat mendahului bekas dosen dan senior-seniornya di UII, bahkan tidak sedikit dari bekas dosen dan senior-seniornya yang kemudian menjadi mahasiswa atau dibimbingnya dalam menempuh pendidikan pascasarjana.
Karier Mahfud kian cemerlang, tidak saja dalam lingkup akademik tetapi masuk ke jajaran birokrasi eksekutif di level pusat ketika di tahun 1999-2000 didaulat menjadi Pelaksana Tugas Staf Ahli Menteri Negara Urusan HAM (Eselon I B). Berikutnya pada tahun 2000 diangkat pada jabatan Eselon I A sebagai Deputi Menteri Negara Urusan HAM, yang membidangi produk legislasi urusan HAM. Belum cukup sampai di situ, kariernya terus menanjak pada 2000-2001 saat mantan aktivis HMI ini dikukuhkan sebagai Menteri Pertahanan pada Kabinet Persatuan Nasional di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Sebelumnya, Mahfud ditawari jabatan Jaksa Agung oleh Presiden Abdurrahman Wahid tetapi menolak karena merasa tidak memiliki kemampuan teknis.
Selain menjadi Menteri Pertahanan, Mahfud sempat pula merangkap sebagai Menteri Kehakiman dan HAM setelah Yusril Ihza Mahendra diberhentikan sebagai Menteri Kehakiman dan HAM oleh Presiden Gus Dur pada 8 Februari 2001. Meski diakui, Mahfud tidak pernah efektif menjadi Menteri Kehakiman karena diangkat pada 20 Juli 2001 dan Senin, 23 Juli, Gus Dur lengser. Sejak itu Mahfud menjadi Menteri Kehakiman dan HAM demisioner.
Mahfud MD terpilih menggantikan hakim Konstitusi Achmad Roestandi yang memasuki masa purna tugas. Selanjutnya, pada pemilihan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang berlangsung terbuka di ruang sidang pleno Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 19 Agustus 2008, Mahfud MD terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2011 menggantikan ketua sebelumnya,  Jimly Asshiddiqie. “ Saya bisa begini karena memang Negara kita telah merdeka “ tegasnya, karena menurutnya, kaum penjajah tak akan membiarkan bangsa kita untuk bisa maju oleh karenanya, menurutnya, sangatlah patut apabila kita mensyukuri makna kemerdekaan Negara kita ini. Sementara H.Ahmad Heryawan yang lahir di Sukabumi pada tanggal 19 Juli 1966 ,merupakan Gubernur Jawa Barat yang saat ini masih menjabat untuk periode 2008-2013 dan merupakan politikus dari Partai Keadilan Sejahtera. Dalam menjalankan tugasnya, ia ditemani oleh Dede Yusuf sebagai wakilnya. Sebelum menjabat sebagai gubernur Jawa Barat, ia menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta periode 2004-2009. Sebagai seorang pemimpin daerah, misi yang ia bawa adalah menciptakan masyarakat yang memiliki dasar pengetahuan (knowledge) untuk melahirkan dunia dengan wajah baru. Selain itu, Ahmad Heryawan juga memberikan prioritas pada pendidikan murah, sejuta lapangan kerja, kesehatan masyarakat, perbaikan ekonomi masyarakat, dan pembenahan infrastruktur di seluruh wilayah Jawa Barat. Selain menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, ia merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Umat Islam (PUI) sejak tahun 2004 hingga sekarang. Ahmad Heryawan adalah politikus yang juga aktif sebagai pendakwah atau mubaligh. Sebelum terjun ke dunia politik, ia sempat aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi, antara lain Ma'had Al Hikmah, Dirosah Isla miyyah Al Hikmah, Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta, dan Pusat Studi Islam Al Manar. Pada kesempatan yang sama, Kang Aher ( sebutan akrab Ahmad Heryawan ) menegaskan pentingnya pendidikan agama seperti yang diterapkan di Pesantren Cipasung, agar nilai-nilai Imtaq ( Iman dan Taqwa ) tidak dikalahkan oleh Iptek ( Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ). Kang Aher juga mensitir ungkapan mantan Presiden RI ke 3, BJ Habibie yang menyatakan apabila diperkenankan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk memilih , beliau ini akan lebih memilih punya rakyat yang kecil nilai IPteknya tapi besar nilai Imtaqnya. Itulah sebabnya kata kang Aher, ia sangat menaruh harapan besar kepada lembaga pendidikan Islam seperti yang diterapkan di Pesantren-pesantren. Dan yang terakhir yakni H.Ajat Sudrajat,SH,MH yang lahir pada 1955 di Cikawung-Ciparay, Bandung adalah santri ‘ pituin ‘ Cipasung. “ Saya juga tidak mengira kalau suatu saat nanti saya akan menjadi seperti ini “ akunya. Ajat Sudrajat yang saat ini menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Intelejen di Kejaksaan Agung Republik Indonesia, sejak kecil sudah dipersiapkan ayahandanya  seorang tokoh Nahdlatul ‘Ulama di Ciparay, untuk suatu saat nanti bisa memimpin madrasah yang telah dibangun sejak lama di kampungnya di Cikawung-Ciparay ( sekarang Bale Endah ). Itulah sebabnya, tahun 1969 ‘kang Ajat ‘ ini sudah dikirim oleh orang tuanya ke pesantren Cipasung untuk melanjutkan sekolahnya di SMP Islam Cipasung sekalian ngaji kitab kuning. “ Saya mesantren di Cipasung sejak SMP terus melanjutkan ke SMA-I Cipasung selama tiga tahun , artinya empat tahun saya menimba ilmu di pesantren Cipasung,tapi entah bagaimana saya tetap saja tidak ‘ timu ‘ ilmu-ilmu agama tidak seperti teman-teman yang lainnya “ akunya. Tapi yang terpenting tegasnya, ruh pesantren telah membentuk jiwanya untuk lebih tegar dalam menjalani kehidupan nyata.” Saya kira, pelajaran Ta’lim Mutaallim sangat penting untuk dipelajari oleh seluruh masyarakat, agar dalam kehidupan kesehariannya masyarakat bisa bersikap lebih santun, lebih toleran dan saling menghargai “ tegasnya. Hal ia bisa tertarik untuk menjadi seorang Jaksa, diakuinya, hal tersebut berawal ketika ia kuliah di Fakultas Hukum Unpad, ia banyak bergaul dengan sesame teman kuliah yang kebetulan telah bekerja sebagai Jaksa. Karier di Kejaksaan dimulai sejak tahun 1988. Tahun 1996 menjabat sebagai Kajari Ketapang Kalimantan Barat, Tahun 1998 menjadi Kajari di Kabupaten Sumedang, kemudian menjadi Assisiten Pembinaan Kejati Riau tahun 2001 dan tahun 2001-2002 diangkat menjadi Sub Direktorat di Datun Kejagung. Jadi Assisten Intel pada Kejati Jabar tahun 2004-2005 selanjutnya menjadi Kasubdit Ekonomi Intel di Kejaksaan Agung pada tahun 2006. Pada tahun 2006 itu pula akunya ia menjadi Pengkaji/ Koordinator di Gedung Bunder. Tahun 2006-2007 menjadi Wakil Kajati Banten dan jadi Kajati di Banten. Tahun 2008-2009 menjadi Inspektur Tindak Pidana di Kejagung kemudian menjadi Kajati Sulsel pada tahun 2009. 2010 menjadi Inspektur Kepegawaian  di Kejagung selama tiga bulan dan menjadi Sekretaris Jampidum selama 7 bulan dan masuk Lemhanas selama 5 setengah bulan, pada tahun 2011 menjadi staf ahli Jaksa Agung bidang intelejen dan pada tanggal 25 Oktober 2012 dilantik menjadi Jaksa Agung Muda Intelejen.  ( dari berbagai sumber )


0 komentar: