Ada yang
istimewa pada acara Haol Abah Ruchyat yang ke 35 dan Haol Apih Ilyas Ruchyat
tanggal 2 Nopember 2012 lalu.Keistimewaan tersebut bukanlah pada acaranya yang
lebih “ Wah “ dibanding tahun-tahun sebelumnya. Acara Haol tahun 2012 terasa
lebih semarak dengan kehadiran tiga “ Pendekar” yang kini tengah malang melintang di Pemerintahan yakni Ketua Mahkamah
Konstitusi Moh.Mahfud MD, Ahmad Heryawan yang Gubernur
Jawa Barat serta H.Ajat Sudrajat yang baru dilantik pada hari Kamis 25 Oktober
2012 sebagai Jaksa Agung Muda Intelejen ( Jamintel ). Adalah hal yang biasa,
bila acara Haol Abah Ruchyat dan Apih Ilyas Ruchyat di hadiri para pejabat
tinggi pemerintahan, namun kali ini , ketiga pejabat Negara yang hadir tersebut
ternyata semuanya mengaku jebolan pesantren. Bagi para santri maupun ‘ eks
santri ‘ pengakuan ketiga orang pejabat tinggi tadi bagaikan pupuk yang menabur
tanaman, ‘ esprit de corps’ sebagai santri seakan mengembang dan melambungkan
kebanggaan yang ada dalam dada setiap santri. Betapa tidak , horeng simanahoreng ‘ santri juga bisa
mencapai kedudukan tinggi dalam jabatan pemerintahan. “ Saya dulu jadi santri
di pesantren al- Mardhiyyah , Pamekasan , Madura sana “ aku Mahfud MD ketika
memberikan sambutan pada acara Haol Abah Ruchyat ke 35 dan Apih Ilyas Ruchyat
ke 5 . Katanya, sama sekali tak terlintas dibenak beliau kalau satu saat nanti
bakal menjadi seorang pejabat Negara apalagi sampai duduk sebagai Ketua
Mahkamah Konstitusi. Pria kelahiran 13 Juni 1957 di Sampang, Madura ini mengaku
yang dicita-citakannya waktu itu, hanya ingin bisa melanjutkan sekolah sampai
lulus dari perguruan tinggi. Tapi ternyata tulisan perjalanan nasibnya memang
tidak ia duga sebelumnya .Mahfud MD memulai karier sebagai dosen
di almamaternya, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, pada
tahun 1984 dengan status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pada 1986-1988, Mahfud
dipercaya memangku jabatan Sekretaris Jurusan Hukum Tata Negara FH UII, dan
berlanjut dilantik menjadi Pembantu Dekan II Fakultas Hukum UII dari 1988
hingga 1990.
Pada tahun 1993, gelar Doktor telah
diraihnya dari Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Berikutnya, jabatan
sebagai Direktur Karyasiswa UII dijalani dari 1991 sampai dengan 1993. Pada
1994, UII memilihnya sebagai Pembantu Rektor I untuk masa jabatan 1994-1998. Di
tahun 1997-1999, Mahfud tercatat sebagai Anggota Panelis Badan Akreditasi
Nasional Perguruan Tinggi. Mahfud sempat juga menjabat sebagai Direktur
Pascasarjana UII pada 1998-2001.
Dalam rentang waktu yang sama yakni
1998-1999 Mahfud juga menjabat sebagai Asesor pada Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi. Puncaknya, Mahfud MD dikukuhkan sebagai Guru Besar atau
Profesor bidang Politik Hukum pada tahun 2000, dalam usia masih relatif muda
yakni 40 tahun.
Mahfud tercatat sebagai dosen tetap
Fakultas Hukum UII pertama yang meraih derajat Doktor pada tahun 1993. Dia
meloncat mendahului bekas dosen dan senior-seniornya di UII, bahkan tidak
sedikit dari bekas dosen dan senior-seniornya yang kemudian menjadi mahasiswa
atau dibimbingnya dalam menempuh pendidikan pascasarjana.
Karier Mahfud kian cemerlang, tidak
saja dalam lingkup akademik tetapi masuk ke jajaran birokrasi eksekutif di
level pusat ketika di tahun 1999-2000 didaulat menjadi Pelaksana Tugas Staf
Ahli Menteri Negara Urusan HAM (Eselon I B). Berikutnya pada tahun 2000
diangkat pada jabatan Eselon I A sebagai Deputi Menteri Negara Urusan HAM, yang
membidangi produk legislasi urusan HAM. Belum cukup sampai di situ, kariernya
terus menanjak pada 2000-2001 saat mantan aktivis HMI ini dikukuhkan sebagai
Menteri Pertahanan pada Kabinet Persatuan Nasional di era pemerintahan Presiden
Abdurrahman Wahid. Sebelumnya, Mahfud ditawari jabatan Jaksa Agung oleh
Presiden Abdurrahman Wahid tetapi menolak karena merasa tidak memiliki
kemampuan teknis.
Selain menjadi Menteri Pertahanan,
Mahfud sempat pula merangkap sebagai Menteri Kehakiman dan HAM setelah Yusril
Ihza Mahendra diberhentikan sebagai Menteri Kehakiman dan HAM oleh Presiden Gus
Dur pada 8 Februari 2001. Meski diakui, Mahfud tidak pernah efektif menjadi
Menteri Kehakiman karena diangkat pada 20 Juli 2001 dan Senin, 23 Juli, Gus Dur
lengser. Sejak itu Mahfud menjadi Menteri Kehakiman dan HAM demisioner.
Mahfud MD terpilih menggantikan hakim
Konstitusi Achmad Roestandi yang memasuki masa purna tugas. Selanjutnya, pada
pemilihan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang berlangsung terbuka di ruang sidang
pleno Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 19 Agustus 2008, Mahfud MD
terpilih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2011 menggantikan ketua
sebelumnya, Jimly Asshiddiqie. “ Saya bisa begini karena memang Negara
kita telah merdeka “ tegasnya, karena menurutnya, kaum penjajah tak akan
membiarkan bangsa kita untuk bisa maju oleh karenanya, menurutnya, sangatlah
patut apabila kita mensyukuri makna kemerdekaan Negara kita ini. Sementara H.Ahmad Heryawan yang lahir di Sukabumi
pada tanggal 19 Juli 1966 ,merupakan Gubernur Jawa Barat yang
saat ini masih menjabat untuk periode 2008-2013 dan merupakan politikus dari
Partai Keadilan Sejahtera. Dalam menjalankan tugasnya, ia ditemani oleh Dede
Yusuf sebagai wakilnya. Sebelum menjabat sebagai gubernur Jawa Barat, ia
menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta periode 2004-2009.
Sebagai seorang pemimpin daerah, misi yang ia bawa adalah menciptakan
masyarakat yang memiliki dasar pengetahuan (knowledge) untuk melahirkan dunia
dengan wajah baru. Selain itu, Ahmad Heryawan juga memberikan prioritas pada
pendidikan murah, sejuta lapangan kerja, kesehatan masyarakat, perbaikan
ekonomi masyarakat, dan pembenahan infrastruktur di seluruh wilayah Jawa
Barat. Selain menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, ia merupakan Ketua
Umum Pengurus Besar Persatuan Umat Islam (PUI) sejak tahun 2004 hingga
sekarang. Ahmad Heryawan adalah politikus yang juga aktif sebagai pendakwah
atau mubaligh. Sebelum terjun ke dunia politik, ia sempat aktif mengajar di
beberapa perguruan tinggi, antara lain Ma'had Al Hikmah, Dirosah Isla miyyah Al
Hikmah, Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta,
dan Pusat Studi Islam Al Manar. Pada kesempatan yang sama, Kang Aher ( sebutan
akrab Ahmad Heryawan ) menegaskan pentingnya pendidikan agama seperti yang
diterapkan di Pesantren Cipasung, agar nilai-nilai Imtaq ( Iman dan Taqwa )
tidak dikalahkan oleh Iptek ( Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ). Kang Aher juga
mensitir ungkapan mantan Presiden RI ke 3, BJ Habibie yang menyatakan apabila
diperkenankan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk memilih , beliau ini akan
lebih memilih punya rakyat yang kecil nilai IPteknya tapi besar nilai Imtaqnya.
Itulah sebabnya kata kang Aher, ia sangat menaruh harapan besar kepada lembaga
pendidikan Islam seperti yang diterapkan di Pesantren-pesantren. Dan yang
terakhir yakni H.Ajat Sudrajat,SH,MH yang
lahir pada 1955 di Cikawung-Ciparay, Bandung adalah santri ‘ pituin ‘ Cipasung.
“ Saya juga tidak mengira kalau suatu saat nanti saya akan menjadi seperti ini
“ akunya. Ajat Sudrajat yang saat ini menjabat sebagai Jaksa Agung Muda
Intelejen di Kejaksaan Agung Republik Indonesia, sejak kecil sudah dipersiapkan
ayahandanya seorang tokoh Nahdlatul
‘Ulama di Ciparay, untuk suatu saat nanti bisa memimpin madrasah yang telah
dibangun sejak lama di kampungnya di Cikawung-Ciparay ( sekarang Bale Endah ).
Itulah sebabnya, tahun 1969 ‘kang Ajat ‘ ini sudah dikirim oleh orang tuanya ke
pesantren Cipasung untuk melanjutkan sekolahnya di SMP Islam Cipasung sekalian
ngaji kitab kuning. “ Saya mesantren di Cipasung sejak SMP terus melanjutkan ke
SMA-I Cipasung selama tiga tahun , artinya empat tahun saya menimba ilmu di
pesantren Cipasung,tapi entah bagaimana saya tetap saja tidak ‘ timu ‘
ilmu-ilmu agama tidak seperti teman-teman yang lainnya “ akunya. Tapi yang
terpenting tegasnya, ruh pesantren telah membentuk jiwanya untuk lebih tegar
dalam menjalani kehidupan nyata.” Saya kira, pelajaran Ta’lim Mutaallim sangat
penting untuk dipelajari oleh seluruh masyarakat, agar dalam kehidupan
kesehariannya masyarakat bisa bersikap lebih santun, lebih toleran dan saling
menghargai “ tegasnya. Hal ia bisa tertarik untuk menjadi seorang Jaksa,
diakuinya, hal tersebut berawal ketika ia kuliah di Fakultas Hukum Unpad, ia
banyak bergaul dengan sesame teman kuliah yang kebetulan telah bekerja sebagai
Jaksa. Karier di Kejaksaan dimulai sejak tahun 1988. Tahun 1996 menjabat
sebagai Kajari Ketapang Kalimantan Barat, Tahun 1998 menjadi Kajari di
Kabupaten Sumedang, kemudian menjadi Assisiten Pembinaan Kejati Riau tahun 2001
dan tahun 2001-2002 diangkat menjadi Sub Direktorat di Datun Kejagung. Jadi
Assisten Intel pada Kejati Jabar tahun 2004-2005 selanjutnya menjadi Kasubdit
Ekonomi Intel di Kejaksaan Agung pada tahun 2006. Pada tahun 2006 itu pula
akunya ia menjadi Pengkaji/ Koordinator di Gedung Bunder. Tahun 2006-2007
menjadi Wakil Kajati Banten dan jadi Kajati di Banten. Tahun 2008-2009 menjadi
Inspektur Tindak Pidana di Kejagung kemudian menjadi Kajati Sulsel pada tahun
2009. 2010 menjadi Inspektur Kepegawaian
di Kejagung selama tiga bulan dan menjadi Sekretaris Jampidum selama 7
bulan dan masuk Lemhanas selama 5 setengah bulan, pada tahun 2011 menjadi staf
ahli Jaksa Agung bidang intelejen dan pada tanggal 25 Oktober 2012 dilantik
menjadi Jaksa Agung Muda Intelejen. (
dari berbagai sumber )
0 komentar:
Posting Komentar